Profil Nagari

Dalam Sistem Pemerintahan Desa terjadi perubahan kepada Pemerintahan Nagari pada tahun 1999 yang diatur dengan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dirobah dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 2 tahun 2006 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagari.

Sejarah asal usul nagari Koto Gaek Guguk menurut waris yang diterima pusako nan di jawek , dari ninik turun temurun kemamak, dari mamak turun ke menakan yang diwarisi sampai kini yang pada pokoknya adalah sebagi berikut :

” Dimano mulo titiak palito – di balik telong nan batali ”

” Dimano mulonyo niniak kito – iyo di puncak gunung marapi ”

Dari sanalah turunnyo niniak kito ( minang kabau ) menuju Pariangan Padang Panjang, terus menuju Solok dan Selayo.

          Selanjutnya 5 orang Niniak terus memudikan batang sumani melalui jurusan batang Gagawan terus menempuh tali bukit yang berdekatan dengan Gantung Suri ( Gantung Ciri ) sampai di pintu bukit yang diberi nama Pintu Koto, yang terletak dalam kenagarian Jawi-Jawi sekarang. Disinilah Ninik yang limo tadi meninjau arah mana yang akan dituju , untuk mencari termpat tinggal, tetapi seorang ninik dari suku Melayu dengan sendirian meliku pada tempat itu, maka dinamailah tempat tersebut Labuang Balekok dalam kenagarian Jawi – Jawi.

          Kelima Ninik Mamak tersebut terdiri dari :

  1. Ninik dari suku Melayu
  2. Ninik dari suku Caniago
  3. Ninik dari suku Supanjang
  4. Ninik dari suku Tanjung
  5. Ninik dari suku Sungai Napa.

Dengan melikunya seorang ninik dari suku Melayu, empat ninik yang lainnya terus memudikan Batang Sumani, pada suatu tempat dengan tujuan untuk mengasah pekakas, maka tempat tersebut dinamai Batu Asahan yang terletak antara perbatasan Kenagarian Jawi – Jawi dengan Koto Gaek.

          Selesai mengasah perkakas, ke empat ninik tersebut, terus juga berjalan maka sampailah kepada sebatang Linjuang yang Tinggi dan disanalah keempat ninik tersebut mulai rendcana untuk mengolah tanah kalau nan kareh dijadikan ladang , kalau nan lunak dijadikan sawah. Dan disinil pulalah ninik yang empati itu melalui membuat taratak yang diberi nama Linjuang Koto Tinggi.

          Dengan perkembangan makin bertambah, maka lanjutan Koto Tinggi di tukar nama dengan koto kaciak, selanjutnya setelah keempat niniak tersebut tinggal beberapa lama ditempat yang kami sebutkan diatas ( Linjuang Koto Tinggi ) maka dua orang Niniak , masing-masing niniak dari suku Tanjuang dan suku Supanjang, ingin meneruskan perjalanan menuju arah Kayu Aro sekarang. Menurut waris yng kami terima niniak yang dua orang itu berhenti pada sebatang kayu yang bernama Aro, disanalah niniak tersebut berhenti dan bermalam disana, maka tempat itu dinamai Kayu Aro.

          Esok pagi harinya setelah bangun  ke dua ninik mamak tersebut melepas pandangan arah sebelah barat yang tidak beberapa jauh  dari tempat perhentian tersebut diatas, maka kelihatanlah cahaya seperti nyala api dan sepakat lah niniak mamak  yang kedua itu menuju tempat  yang nyala tersebut dan sesampai disana maka bertemulah ke dua niniak mamak tersebut sebuah sungai, maka dinamailah tempat tersebut sunai Nyalo.

          Disinilah niniak yang berdua itu, yaitu Tanjuang dan Supanjang, berdiam untuk membuat ladangdan sawah serta rumah dan sekarang dibentuklah satu dusun yang dinamakan Sungai Nyalo yang termasuk dalam wilayah kerja Jorong Sukarami Nagari Koto Gaek.

          Oleh Karena sesuatu hal yang kurang menyenangkan bagi Niniak yang berdua itu yang tinggal di Linjuang Koto Tinggi , seperti suku Sainapa dan Caniago, disebabkan kurang mengalirnya air untuk sawah, maka dibuat mufakat untuk menjemput kembali niniak yang tinggal di sungai nyalo tersebut diadakan diatas yang tempatnya didepan kantor wali nagari sekarang , maka tempatnya tersebut dinamai Batu Perbuatan.

          Hasil dari musyawarah tersebut , diletakkan ditengan dengan maksud dilingkari oleh ninik yang dua di Linjuang Koto Tinggi, yang sampai sekarang dapat dibuktikan kebenarannya.

          Hak atau pegangan masing-masing suku diperuntukan sebagai berikut :

  • Balai Adat untuk suku Tanjuang.
  • Sumur ( Tabek Gadang ) untuk suku SeiNapa.
  • Tapian tampek mandi untuk suku Caniago.
  • Persemaian benih untuk suku Supanjang.

Dengan ketentuan  hak seseorang milik bersama, segala sesuatunya dengan kata mufakat. Hak masing-masing suku tersebut bertujuan untuk melambangkan kesepakatan  dan bertujuan kepada kebaikan :

  1. Balai adat adalah untuk mencari kata sepakat dan kebenaran.
  2. Sumur ( Tabek Gadang ) ditujukan untuk minuman air yang bersih.
  3. Tapian adalah bertujuan untuk kebersihan lahir batin.
  4. Persemaian bertujuan untuk menyemaikan benih yang dipergunakan untuk pangan.

Oleh karena itu penduduk telah bertambah banyak, yang lunak telah dijadikan sawah, yang keras telah dijadikan ladang, taratak telah jadi dusun – dusun telah jadi koto , koto tentu menjadi Nagari, dengan sendirinya Linjuan Koto Tinggi menjadi Koto kecil, koto kecil menjadi koto tuo yang selanjutnya disebut Koto Gaek.

Setelah itu sekaligus dibentuklah pimpnan yang akan mengatur rakyat yang telah berkembang biak tersebut, yang nyata sampai sekarang ditiap-tiap suku dipimpin oleh urang ampek jinih, terdiri dari :

  • Penghulu
  • Malin
  • Manti
  • Hulu Balang ( Dubalang )
  1. Suku Caniago
  • Penghulu : Dt Sati
  • Malin : Malin Ameh
  • Manti : Dt Sutan
  • Hulu Balang : Dt Bandaro kyo

  1. Suku Tanjuang
  • Penghulu : Datuek Gamuek
  • Malin : Malin Marajo
  • Manti : Rangkayo Molie
  • Hulubalang : Dubalang Basa

  1. Suku Supanjang
  • Penghulu           : Datuek Bandaro Hitam
  • Malin : Malin Pono
  • Manti : Magek Manjolang
  • Hulubalang : Datuek Moncak

  1. Suku Sainapa
  • Penghulu : Datuek Rajo Lelo
  • Malin : Malin Malelo
  • Manti : Datuek Rajo Mansue
  • Hulubalang : Datuek Rajo Eriang.